Dalam satu pelatihan yang saya berikan di Semen Tonasa, saya bertemu dengan seorang manajer di peruahaan BUMN tersebut. Materi yang saya ...
Dalam satu pelatihan yang saya berikan di Semen Tonasa, saya bertemu dengan seorang manajer di peruahaan BUMN tersebut. Materi yang saya berikan berhubungan dengan supply chain management atau yang dikenal dengan SCM. Bagi mereka, SCM adalah tool untuk mencapai keunggulan bersaing atau competitive advantage dalam industry semen dalam negeri.
Akan tetapi, ditengah diskusi dan pelatihan, saya mendapatkan satu bahasan yang sangat penting dan bersifat strategis. Apa itu? Bagaimana budaya perusahaan harus ditingkatkan kalau mau menjalankan SCM . Karena inilah yang menjadi kendala dalam menjalankannya.
Langsung kaget dan terdiam. Ditengah pelajaran tentang SCM yang begitu mendalam, tiba-tiba bahasan menjadi corporate culture. Bagaimana ini? Padahal saya tidak membahas aspek tersebut.
Jelas, sebagai seorang akademisi, kondisi ini menjadi menarik ketika bahasan tentang bagaimana perusahaan menjalankan program perusahaan mereka kembali lagi kepada budaya perusahaan kalau ingin membuat program tersebut bisa dijalankan secara optima. Sehingga berkontribusi kepada pencapaain tujuan perusahaan.
Rupanya, tidak hanya di perusahaan kecil saja yang membutuhkan penerapan budaya perusahaan, akan tetapi, juga perusahaan besar yang notabene sudah memiliki system yang begitu bagus. Tinggal budaya perusahaan yang akan mempengaruhi bisnis mereka.
Oleh karena itu, pemikirannya adalah bagaimana entrepreneur itu focus membangun budaya perusahaan karena mumpung skala perusahaannya masih relative kecil. Saatnya untuk menekankan kepada pembentukan budaya peruahaan karena harus beririsan dengan budaya yang dimiliki oleh setiap entrepreneur..